Oleh aina_sofea
"Oh.. ibu, usiaku sudah lanjut, namun belum datang seorang pemuda pun
meminangku...? Apakah aku akan menjadi perawan seumur hidup?" Kira-kira
begitulah keluhan seorang gadis Mekah yang berasal dari Bani Ma'zhum yang
kaya raya.
Mendengar rintihan sianak, ibunya yang teramat kasih dan sayangkan anaknya
lantas kelam kabut ke sana ke mari untuk mencari jodoh buat sI puteri.
Pelbagai ahli nujum dan dukun ditemuinya, ia tidak peduli berapa saja wang
yang harus keluar dari saku, yang penting anaknya yang cuma seorang itu
dapat bertemu jodoh.
Namun sayang usaha siibu tidak juga menampakkan buahnya. Buktinya,
janji-janji sang dukun cuma bualan kosong belaka. Sekian lama mereka
menunggu jejaka datang melamar, sedangkan yang ditunggu tidak pernah
nampak batang hidungnya. Melihat keadaan ini tentu saja gadis Bani Ma'zhum
yang bernama Rithah AI-Hamqa menjadi semakin bermuram durja, tidak ada
kerja lain yang diperbuatnya setiap hari kecuali mengadap di depan cermin
untuk memandang diri sambil terus bertanya-tanya, "Mengapa sampai hari ini
tidak kunjung datang juga seseorang yang akan mengahwiniku? "
Penantian jodoh yang ditunggu-tunggu Rithah akhirnya tamat tatkala ibu
saudaranya yang berasal dari luar daerah berkunjung ke rumah mereka dengan
membawa jejaka tampan. Akhirnya Rithah yang telah lanjut usia pun menikah
dengan jejaka yang muda rupawan. Kenapa sipemuda itu bersedia menikahi
gadis Bani Ma'zhum yang telah tua itu..? Oh… ternyata ada udang di sebalik
batu. Rupa-rupanya jejaka rupawan yang miskin itu hanya menginginkan
kekayaan Rithah yang melimpah ruah. Sebaik sahaja sijejaka telah berhasil
menggunakan sebahagian harta Rithah ia pun pergi tanpa pesan dan kesan....
Dan tinggallah kini Rithah seorang diri, menangisi pemergian suami yang
tidak tentu ke mana perginya. Kesedihan dan kemurungannya dilepaskan
Rithah dengan membeli beratus-ratus buku benang untuk dipintal (ditenun),
setelah jadi hasil tenunannya, wanita itu mencerai beraikan lagi menjadi
benang. Lalu ia tenun lagi dan ia cerai beraikan lagi. Begitulah
seterusnya ia jalani sisa-sisa hidupnya. Sesuailah kata-kata jahiliyyah
mengatakan, Asmara boleh membuat orang jadi gila sasau." (tentu bagi
orang-orang yang tidak memiliki iman)
AI-Qur'anul Karim mengabadikan kisah gadis Bani Ma'zhum ini dalam surat
An-NahI ayat 29, "Dan janganlah kamu seperti perempuan yang menguraikan
benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi bercerai-berai
kembali..." Yang dimaksud AlQur'an dengan 'wanita pengurai benang yang
telah dipintal' tidak lain adalah Rithah AlHamqa. Dalam ayat tersebut
Allah melarang kita berkelakuan seperti Rithah dalam menghadapi masalah
jodoh. Namun demikian banyak ibrah yang dapat kita petik dari episod gadis
kaya keturunan Bani Ma'zhum tersebut.
Kisah Rithah mengajar kita bahawa jodoh sebenarnya merupakan urusan Allah.
Jodoh tidak dapat dihindari manakala kita belum menginginkannya, dan
sebaliknya ia juga tidak dapat dikejar ketika kita sudah teramat sangat
ingin mendapatkannya. Bukankah Rasul pun telah bersabda: "Ketika
ditiupkan ruh pada anak manusia tatkala ia masih di dalam perut ibunya
sudah ditetapkan ajalnya, rezekinya, jodohnya dan celaka atau bahagianya
di akhirat". Kerana Allah telah menentukan jodoh kita maka tidak layak bagi
kita untuk bimbang dan risau seperti Rithah. Kalau sudah sampai waktunya
jodoh itu pasti akan datang sendiri.
Episod Rithah juga mengajar kita untuk melakukan ikhtiar (usaha) dalam
mencapai cita-cita. Kalau ibu Rithah mendatangi berbagai ahli nujum agar
anaknya berhasil mendapatkan jodoh, bagi kita tentunya mendatangi AI-Mujub
(yang Maha Pengabul doa) agar tujuan kita tercapai. Allah sendiri telah
berfirman: "Dan apabila hambaKu bertanya tentang Aku, maka jawablah bahawa
Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang-orang yang berdoa kepadaKu.. "(QS.
2:186) Dengan ayat tersebut Allah memberikan harapan yang sebesar-besarnya
bahawa setiap doa yang disampaikan padaNya akan dikabulkan. Allah tidak
mungkin mungkir janji, siapa yang paling tepat janjinya selain Allah? Dalam
sebuah hadis riwayat Abu Dawud, Tarmizi dan lbnu Majah, Rasul pun bersabda
tentang masalah doa, "Sesungguhnya Allah malu terhadap seseorang yang
menadahkan tangannya berdoa meminta kebaikan kepadaNya, kemudian menolaknya
dalam keadaan hampa".
lbrah berikutnya yang dapat kita petik, ialah memupuk sikap 'sabar' dalam
menghadapi jodoh yang mungkin belum juga menghampiri kita padahal usia
kita telah semakin senja. Firman Allah dalam Surah AI-Baqarah ayat 45,
"Dan jadikanlah sabar dan solat sebagai penolongmu, sesungguhnya yang
demikian itu amat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu', iaitu
orang-orang yang meyakini bahawa mereka akan menemui Rabbnya, dan mereka
akan kembali padaNya".
Sabar dan solat akan selalu membentengi kita dari desakan orang sekeliling
dan godaan syaitan yang berharap kita salah langkah dalam masalah jodoh
ini. Masalah ini banyak ditanggung oleh saudara-saudara kita yang sudah
layak nikah namun belum ada juga ikhwah yang datang meminang merupakan
ujian yang - wallahu a'lam - sesuai dengan ketetapan Allah. Banyak kisah
nyata bahawa resah gelisah dan tidak sabar dalam masalah jodoh malah
membuat kehidupan selepas pernikahan jadi tidak seindah semasa masih
bujang.
Di samping itu kita pun harus tetap menjaga kemurnian niat kita untuk
menikah. Motivasi usia yang semakin senja serta tidak tahan mendengar
umpatan orang sekitar harus secepatnya dihilangkan. ltu semua tidak akan
menghasilkan suatu rumahtangga Islami yang kita harapkan. Ini adalah kerana
kekukuhan rumahtangga kita seiring dengan kuatnya landasan iman dan niat
ikhlas kita. Sungguh beruntung sekali menjadi orang-orang mukmin. Tatkala
mendapat ujian (termasuk jodoh) ia akan bersabar maka sabarnya menjadi
kebaikan baginya. Dan ketika mendapat nikmat ia bersyukur, maka
kesyukurannya itu menjadi baik pula baginya.
Kisah gadis Bani Ma'zhum itu juga memberikan nasihat pada manusia di zaman
kemudiannya bahawa jodoh merupakan amanah Allah. Amanah yang hanya akan
diberikan pada seseorang yang dianggap telah mampu memikulnya kerana
amanah merupakan sesuatu yang harus dipelihara dengan baik dan
dipertanggungjawabk an. Manakala kita belum dikurniai amanah jodoh oleh
Allah, mungkin belum waktunya untuk kita memikul amanah tersebut. Sikap
kita yang paling baik dalam hal ini adalah sentiasa bersangka baik
(husnudzon) kepadaNya. Kerana sesuatu yang kita cintai atau sesuatu yang
kita anggap baik (jodoh) belum tentu baik bagi kita menurut Allah. Begitu
pula sebaliknya sesuatu yang kita anggap buruk bagi diri kita belum tentu
buruk menurut ilmu Allah. "Boleh jadi kamu rnencintai sesuatu padahal
sesuatu itu amat buruk bagimu, dan boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal itu amat baik bagimu. Kamu tidak mengetahui sedangkan Allah Maha
Mengetahui" (QS. 2:216)
Akhir sekali kisah Rithah memberikan ibrah kepada kita untuk mengarahkan
cinta (mahabbah) tertinggi kita kepada yang memang berhak memilikinya.
Cinta Rithah yang begitu tinggi diarahkan kepada makhluk (suaminya), hingga
membuat ia 'gila sasau'. Bagi kita tentu cinta yang tertinggi itu hanya
patut dipersembahkan buat yang Maha A'la pula (Khaliq). Bukankah salah satu
ciri mukmin adalah asyaddu huballillah adapun orang-orang yang beriman itu
amat sangat cintanya kepada Allah (asyaddu huballillah) .. " (QS. 2:165).
Jika arah cinta kita sudah benar, maka yakinlah Allah SWT tidak akan
mengabaikan kehidupan kita.
Seorang penyair dari Seberang yang terkenal Khairil Anwar pernah menulis
puisi:
Tuhanku
Dalam termangu, aku masih menyebut namaMu
Walau susah
sungguh
Mengingat kau penuh seluruh
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Di pintuMu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
(dari petikan puisi 'DOA' - Khairil Anwar)
Khairil Anwar sampai begitu sekali dalamnya mencintai Allah dalam sajak
tersebut, mengapa kita tidak boleh?
Wallahua'lam bisshawab
________________________________________________________________________________________________________________________________________________
No comments:
Post a Comment